Itulahmengapa sebagian ulama berpendapat bahwa asuransi yang dijalankan dengan berlandaskan ajaran islam diperbolehkan. Di Indonesia, asuransi syariah dipayungi oleh berbagai macam hukum berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan Bapepam, peraturan OJK, surat Edaran OJK, hingga regulasi asuransi syariah.TERDAPAT sebuah kisah yang telah dikenal secara luas baik oleh umat islam di Indonesia maupun mancanegara, yaitu kisah mengenai Robin Hood. Dalam kisah itu diceritakan mengenai perjuangan seorang pencuri yang mencuri harta dari seorang pemimpin dzolim dan dibagikan kepada masyarakat fakir dan miskin. Masyarakat bersyukur dan berterimakasih kepada si pencuri karena telah membantu mereka untuk dapat bertahan hidup. Lalu bagaimana pandangan islam terhadap perilaku pencurian yang dilakukan demi membantu orang lain tersebut? Terdapat sebuah hadits yang berbunyi, “Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan keburukan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata Hadis Hasan Sahih. Namun hadits tersebut tidak dapat serta merta diartikan bahwa setiap manusia diperbolehkan untuk melakukan keburukan asalkan diiringi dengan kebaikan. Melainkan makna dari hadits tersebut yaitu bahwasanya ketika seseorang telah melakukan taubat dan menyesal atas keburukan yang telah dikerjakan selama ini, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapus dosanya adalah dengan melakukan kebaikan. Itulah yang dinamakan dengan Taubat An-Nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Terkait melakukan pencurian dengan tujuan kebaikan dalam islam tidaklah diperbolehkan. Sebagaimana dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 42, Allah SWT Berfirman yang artinya “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam islam kebaikan dan keburukan telah jelas, dan tidak diperbolehkan untuk dicampuradukkan antara keduanya. Ayat tersebut juga didukung dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” HR. Muslim, At-Tarmdzi dan Ahmad. Dalam hadits yang lain Rasulullah juga menyatakan bahwa setiap umat yang memakan makanan haram di dalam perutnya tidak akan diterima amalnya hingga 40 hari. Hal ini juga menyiratkan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara haram akan dapat berimplikasi pada orang yang memakan barang tersebut. Oleh karena itu dalam mencari nafkah keluarga atau memberikan sedekah bagi fakir miskin juga perlu dipastikan bahwa diperoleh dengan cara halal agar tidak menjadi halangan baik bagi keluarga maupun penerima sedekah dalam beramal baik. Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwasanya dalam melakukan suatu kebaikan haruslah dilakukan dengan menggunakan cara yang baik juga. Sesuai dengan kaidah mengenai tujuan al-maqâshid dan sarana al-wasîlah yang berbunyi “sarana memiliki hukum sama dengan tujuannya”. Sehingga dalam memperoleh suatu tujuan yang baik umat muslim tidak diperbolehkan untuk menggunakan cara yang tidak baik. Hal ini termasuk juga dalam melakukan pencurian untuk diberikan sebagai sedekah bagi umat yang membutuhkan. Meskipun demikian melakukan pencurian atau perbuatan buruk demi kebaikan tidaklah sepenuhnya dilarang. Maksudnya, terdapat beberapa perbuatan semacam itu yang diperbolehkan dalam islam. Yang pertama adalah apabila dalam kondisi terpaksa, sebagaimana dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang. Dalam AlQuran juga disampaikan dalam QS Al-An’am ayat 119 yang berbunyi “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” Oleh karena itu dalam kasus kisah Robin Hood, bisa disimpulkan bahwa apabila dalam kisah tersebut kondisi pemimpin memang benar-benar dzolim, dan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain mencuri, maka mencuri tersebut dibolehkan dengan alasan berada dalam situasi darurat. Namun apabila masih terdapat pilihan lain dalam mencari uang secara halal, misalnya masih dapat dilakukan dengan menawarkan barang atau jasa, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan pencurian meskipun dengan niatan baik. Allahu A’lam Bish-Shawab. Manusia hanya dapat berpikir dan Allah lah yang maha mengetahui kebenarannya. Semoga apa yang dituliskan disini merupakan kebenaran di sisi Allah dan menjadi sarana dalam penyebaran dakwah Islam. Aamiin.
Sedekahdengan harta haram apapun niatnya dan caranya tidak diperbolehkan dalam islam. Bagi pencuri atau pendosa yang ingin membuang harta haramnya dapat diamalkan kepada orang lain yang membutuhkan namun tidak dianggap sedekah, hanya sebagai jalan untuk bertaubat jika memang hasil harta haram tersebut tidak bisa dikembalikan kepada pemiliknya.
Hukuman Bagi Pencuri Dalam Islam وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَمِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ * فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ * أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Ma’idah 38-40. Sebab Turunnya Ayat Ayat ini diturunkan berkaitan dengan Thu’mah bin Ubairiq ketika ia mencuri baju besi tetangganya yang bernama Qatadah bin Nu’man di dalam kantong tepung yang koyak. Ia menyembunyikannya di tempat Zaid bin Samin al-Yahudi. Maka tepungnya pun tercecer dari rumahnya Qatadah hingga ke rumahnya Zaid. Ketika Qatadah tahu ada pencurian, ia mencarinya di tempat Thu’mah namun ia tidak menemukannya. Thu’mah bersumpah bahwa ia tidak mengambilnya dan tidak tahu menahu mengenainya. Kemudian mereka mengetahui adanya tepung yang tercecer, maka mereka pun mengikutinya hingga sampai ke rumahnya Zaid. Mereka lalu mengambil baju besi tersebut darinya. Zaid berkata serahkan baju besi itu kepada Thu’mah. Orang – orang dari kalangan Yahudi menyaksikan juga yang demikian itu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berdebat mengenai Thu’mah karena baju besi itu ditemukan pada selain tempatnya, maka Allah pun menurunkan firman-Nya “Dan janganlah kamu berdebat untuk membela orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa.” QS. An-Nisa’ 107. Kemudian diturunkanlah QS. Al-Ma’idah ayat 38 ini sebagai penjelas hukuman bagi pencurian. Ahmad dan yang lainnya mengeluarkan riwayat dari Abdullah bin Amru bahwasanya ada seorang perempuan yang mencuri di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kemudian tangannya yang kanan dipotong. Perempuan tersebut berkata Apakah taubatku diterima ya Rasulullah? Maka Allah pun menurunkan di dalam surat al-Ma’idah فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Al-Ma’idah 39. Tafsir dan Penjelasan Allah ta’ala memerintahkan para penguasa untuk menghukum laki – laki dan perempuan yang mencuri dengan hukuman potong tangan. Barang siapa yang mencuri baik itu laki – laki maupun perempuan, dipotong tangannya dari pergelangan tangannya dan dimulai dengan tangannya yang sebelah kanan. Jika ia mengulanginya lagi mencuri lagi maka dipotong kaki kirinya dari sambungan telapak kakinya, kemudian tangan kirinya, kemudian kaki kanannya, kemudian dita’zir dan dipenjara sebagaimana yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda إذا سرق السارق فاقطعوا يده، ثم إذا عاد فاقطعوا رجله اليسرى “Bila seorang pencuri mencuri maka potonglah tangannya, kemudian bila ia mengulanginya lagi maka potonglah kaki kirinya.” Ini adalah pendapatnya Malikiyah dan Syafi’iyah. Hanafiyah dan Hanabilah berkata tidak dipotong lagi pada asalnya setelah tangan kanan dan kaki kirinya dipotong. Al-Qur’an juga menyatakan hukuman bagi wanita pencuri karena banyaknya kejadian pencurian yang dilakukan oleh wanita sebagaimana dilakukan oleh laki – laki serta untuk menetapkan sebenar – benarnya larangan. Meskipun pada umumnya dalam pensyariatan hukum -hukum, kaum wanita itu termasuk dalam hukumnya kaum laki -laki. Pencurian adalah mengambil harta dengan diam – diam dari tempat yang terjaga atau semisalnya. Tempat yang terjaga itu ada dua jenis a. Terjaga dengan sendirinya yaitu tempat seperti rumah dan koper atau peti. b. Terjaga oleh selainnya yaitu ada penjaganya seperti tempat – tempat umum yang dijaga oleh penjaga dan harta benda yang ada pemiliknya di sisinya. Tempat yang terjaga adalah apa saja yang berdasarkan kebiasaan digunakan untuk menjaga harta – harta manusia. Tidaklah seorang pencuri dipotong tangannya kecuali bila ia telah akil baligh sebagaimana ia adalah orang yang dituntut dengan seluruh beban hukum syar’i dan di antaranya adalah hukuman hudud. Tidak ada pemisahan di dalamnya antara kejahatan yang dilakukan berjamaah atau sendiri – sendiri. Hukuman tersebut tidak boleh diterapkan pada kejadian yang syubhat ragu – ragu seperti pencurian dari mahram dan tamu dari tuan rumahnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Adiy dari Ibnu Abbas ادْرَءُوا الْحُدُودَ بِالشُّبُهَاتِ “Hindarkanlah hudud dengan adanya syubhat – syubhat”. Hukuman dapat dijatuhkan bila pencuri itu mengambil harta dari tempat yang terjaga baik itu yang sifatnya terjaga oleh tempat itu sendiri maupun dijaga oleh penjaga, karena riwayat yang disampaikan oleh Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai buah kurma yang masih menggantung di pohon, beliau bersabda وَمَنْ سَرَقَ مِنْهُ شَيْئًا بَعْدَ أَنْ يُؤْوِيَهُ الْجَرِينُ فَبَلَغَ ثَمَنَ الْمِجَنِّ فَعَلَيْهِ الْقَطْعُ “Dan barang siapa yang mencuri sebagian darinya setelah terkumpul dalam tempat pengeringan dan mencapai harga perisai maka tangannya dipotong.” Hukuman juga baru dapat dijatuhkan bila barang yang dicuri sampai pada kadar nishob syar’i. Para fuqaha’ memiliki dua atau tiga pendapat mengenai kadar nishob syar’i bagi pencurian. Al-Hasan al-Bashri dan Dawud az-Zhahiri berkata wajib dipotong tangan bagi pencurian sedikit maupun banyak berdasarkan zhahir nya ayat serta hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhain Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ “Allah melaknat pencuri yang mencuri telor maka tangannya harus dipotong, dan mencuri tali maka tangannya harus dipotong.” Jumhur ulama’ berkata dipotong tangannya pencuri dalam pencurian senilai seperempat dinar atau tiga dirham ke atas berdasarkan riwayat Ahmad, Syaikhain Bukhari & Muslim, dan para pemilik kitab Sunan dari hadits Aisyah radhiyallahu anha قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُقْطَعُ الْيَدُ فِي رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda; “Tangan pencuri dipotong jika senilai seperempat dinar keatas.” Juga berdasarkan hadits dalam Shahihain Bukhari & Muslim dari Ibnu Umar أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ فِي مِجَنٍّ ثَمَنُهُ ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ “Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memotong tangan pencuri karena mencuri perisai yang harganya tiga dirham.” Dan ini adalah perkataannya empat Khulafaur Rasyidin. Hanafiyah berpendapat bahwa nishob pencurian adalah satu dinar atau sepuluh dirham, maka tidak dipotong pencurian yang tidak mencapai sepuluh dirham berdasarkan riwayat Ahmad dari Abdullah bin Amru beliau berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda لَا قَطْعَ فِيمَا دُونَ عَشَرَةِ دَرَاهِمَ “Tidak ada potong tangan jika yang dicuri kurang dari sepuluh dirham.” Kalau tidaklah hadits ini dhaif, maka mungkin untuk merajihkan Madzhab Hanafiyah sebagai bentuk kehati – hatian dan karena hukuman hudud itu dihindarkan karena adanya syubhat. Juga karena harga perisai yang menyebabkan Nabi memotong tangan pencurinya berbeda – beda dalam kadarnya, ada yang kadarnya tiga dirham, empat dirham, lima dirham, atau sepuluh dirham. Dalam hal ini mengambil jumlah yang paling banyak dalam bab hudud lebih utama dalam rangka menghindari syubhat. Pencurian itu kadangkala ditetapkan dengan pengakuan atau dengan bukti 2 orang saksi. Hukuman pencurian dapat dibatalkan dengan adanya maaf dari orang yang dicuri, taubat sebelum urusan tersebut naik sampai ke hakim, dan dengan dimilikinya barang yang dicuri tersebut dengan hibah atau yang lainnya meskipun setelah urusan tersebut naik sampai kepada hakim dalam madzhabnya Abu Hanifah dan Muhammad. Adapun menurut madzhab jumhur ulama’ disyaratkan kepemilikan tersebut terjadi sebelum urusan itu naik kepada hakim berdasarkan riwayat عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَفْوَانَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ نَامَ فِي الْمَسْجِدِ وَتَوَسَّدَ رِدَاءَهُ فَأُخِذَ مِنْ تَحْتِ رَأْسِهِ فَجَاءَ بِسَارِقِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُقْطَعَ فَقَالَ صَفْوَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أُرِدْ هَذَا رِدَائِي عَلَيْهِ صَدَقَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلَّا قَبْلَ أَنْ تَأْتِيَنِي بِهِ Dari Abdullah bin Shafwan, dari Bapaknya bahwa Ia sedang tidur di sebuah masjid berbantalkan selendangnya, lalu selendang tersebut diambil oleh seseorang dari bawah kepalanya. Kemudian ia datang menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan membawa pencuri selendangnya itu. Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar tangan si pencuri dipotong, Shafwan berkata; “Wahai Rasulullah! Aku tidak menginginkan hal ini. Biarlah selendangku sebagai sedekah untuknya.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Mengapa tidak kau lakukan itu sebelum kau bawa permasalahan ini padaku! ” HR. Ibnu Majah dan yang lainnya. Wajib mengembalikan barang yang dicuri bila masih ada, dan dengan nilainya saja bila telah habis digunakan menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah berdasarkan riwayat Ahmad, Ashab as-Sunan, dan al-Hakim dari Samurah عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ “Bagi tangan bertanggung jawab terhadap apa yang diambil hingga ia menunaikannya mengembalikannya.” Tidak wajib mengembalikan senilai barang yang dicuri saat sudah habis digunakan menurut Hanafiyah. Karena tidak berkumpul antara hukuman dengan ganti rugi لا يجتمع حد وضمان berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh an-Nasa’i dari Abdurrahman bin Auf bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda لَا يُغَرَّمُ صَاحِبُ سَرِقَةٍ إِذَا أُقِيمَ عَلَيْهِ الْحَدُّ “Tidaklah seorang pemilik harta curian itu dihutangi jika telah ditegakkan hukuman atasnya.” Akan tetapi hadits tersebut adalah hadits mursal. Malikiyah dalam hal ini mengambil jalan pertengahan, mereka berkata apabila pencuri itu berkecukupan saat dijatuhi hukuman, wajib atasnya hukuman potong tangan dan hutang atas barang yang dicurinya sebagai pemberat hukuman baginya. Bila pencuri itu kesulitan saat dijatuhi hukuman maka tidak diikuti dengan mengganti senilai barang yang dicurinya, wajib potong tangan saja dan ditiadakan hutang barang curian atasnya sebagai keringanan dengan sebab udzur kemiskinan dan kebutuhan. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjustifikasi hukuman bagi pencurian, maka Allah berfirman جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ “sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah.” QS. Al-Ma’idah 38. Yakni bahwasanya potong tangan bagi laki – laki dan perempuan yang mencuri itu adalah balasan atas perbuatan dan usaha buruk keduanya. Siksaan dari Allah yakni penghinaan dan pencegahan untuk kembali melakukan pencurian serta sebagai pelajaran bagi yang lain. Hukuman tersebut, meskipun sebagian manusia membencinya, adalah hukuman yang tepat yang paling berpengaruh dan dapat mencegah pencurian serta memastikan keamanan harta dan jiwa manusia. Tidak ada yang menyadari bahaya bagi jiwa, kecemasan, dan ketakutan terhadap pencurian terutama di malam yang gelap, kecuali bagi orang yang berhadapan langsung dengan pencurian. Disamping adanya kerugian, pencurian dapat menjadikan seseorang kehilangan dan putus asa sehingga butuh kepada pinjaman untuk kebutuhan pokoknya dan kebutuhan keluarganya. Maka ia berharap agar pencuri itu tertangkap dan diberi hukuman. Pencurian menyebabkan adanya kegelisahan. Lingkungan yang berhadapan dengan pencurian akan timbul banyak ancaman bahaya, sehingga hampir -hampir manusia tidak dapat tidur dengan tenang. Ketika maling menerobos di malam hari atau di siang hari, maka ia menimbulkan kekhawatiran terhadap warga. Kadang – kadang bahkan disertai dengan pembunuhan dan penembakan. Pada yang demikian itu ada kerusakan dan bahaya yang tidak mungkin dibatasi hukumannya atau sekedar memberi tahu konsekuensinya. Berapa banyak di antara manusia yang telah tua, wanita, anak – anak, dan orang -orang yang ketakutan tidak dapat tidur di rumah – rumah mereka karena bahaya pencurian. Hingga sesungguhnya pembunuhan itu terkadang sulit disamakan dengan pencurian dalam pikiran saya karena pembunuhan adalah kejadian tunggal yang selesai pengaruhnya seketika itu juga dengan dinisbahkan kepada selain keluarga korban. Pembunhan terjadi secara terbatas dengan kaitan yang khusus antara yang membunuh dan yang dibunuh. Adapun masalah pencurian, pengaruhnya bersifat umum dan terus menerus. Ancaman pencurian menjauhkan ketenangan dan kepercayaan para pemilik harta, para pedagang, para petani, dan para pemilik gedung serta mengancam kekayaan mereka dengan kerugian dan kerusakan. Kemudian Allah ta’ala menegaskan keharusan hukuman bagi pencuri dengan berfirman وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ “Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” QS. Al-Ma’idah 38. Yakni berlaku dalam pelaksanaan perintah – perintah-Nya sesuai kehendak-Nya, Ia Maha Kuat dalam memberi balasan kepada pencuri dan Maha Bijaksana dalam mensyariatkannya. Tidaklah Allah mensyariatkan sesuatu kecuali ada maslahat dan hikmah padanya. Allah menyusun hukuman dan sanksi dengan apa saja yang menurut Allah paling tepat. Dalam hal ini potong tangan adalah untuk mengakhiri kejahatan itu serta menghilangkannya hingga ke akar – akarnya. Hukuman itu dapat mencegah yang lainnya dari berbuat kejahatan yang semisal. Seolah olah Allah berfirman jangan lunak dalam hal pencurian dan keraslah dalam menerapkan hukuman terhadap mereka. Pada yang demikian itu semuanya adalah kebaikan meskipun para pendengki tidak menyukainya dan orang – orang yang jahil mengkritiknya. Kemudian Allah ta’ala menjelaskan hukum bagi orang – orang yang bertaubat yang menyesali perbuatan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Allah berfirman فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Al-Ma’idah 39. Yakni barang siapa yang bertobat setelah ia mencuri dan kembali kepada Allah, berhenti dari mencuri, mengembalikan harta yang dicurinya atau menggantinya, memperbaiki dirinya dan berusaha membersihkannya dengan amal – amal kebaikan dan taqwa, dan adalah niat taubatnya itu tulus serta berazam untuk tidak mengulanginya lagi, maka sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya dan ia tidak diazab di akhirat. Adapun hukuman potong tangan tidak dibatalkan dengan adanya taubat menurut jumhur fuqaha’, dan dapat dibatalkan menurut Hanabilah, ini adalah yang utama karena penyebutan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dalam QS. Al-Ma’idah ayat 39 menunjukkan atas batalnya hukuman yakni potong tangan. Allah ta’ala menegaskan keadilan hukuman bagi pencurian ini dan bahwasanya hukuman tersebut datang atas kesesuaian hikmah, keadilan, dan rahmat. Maka Allah berfirman أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Ma’idah 40. Yakni tidakkah kamu tahu wahai Rasul wakil penyampai hukum Allah, bahwasanya Allah adalah penguasa bagi segala yang ada di langit dan di bumi, Dia adalah pengaturnya dan hakim terhadapnya yang tidak ada yang dapat menolak hukumnya? Dia melakukan apa saja yang Ia kehendaki dan Ia tidak melakukan sesuatu kecuali di dalamnya terdapat hikmah, keadilan, dan rahmat. Hingga terdapat keamanan bagi individu dan jama’ah serta ketenangan jiwa atas harta – harta mereka. Di antara hikmahnya adalah bahwasanya Allah meletakkan balasan bagi para penyerang/penyamun yang membuat kerusakan di muka bumi dan pencuri yang menebar ketakutan terhadap harta dan kebebasan manusia, dan bahwasanya Ia mengampuni orang – orang yang bertaubat dari kedua golongan tersebut bila mereka benar dalam taubatnya dan memperbaiki perbuatan mereka karena tujuan sebenarnya bukanlah hukuman itu sendiri namun untuk mewujudkan kebaikan, menebar keamanan dan ketenangan. Termasuk hikmahNya dan keadilanNya bahwasanya Ia menghukum orang yang tidak taat sebagai pengajaran dan pencegahan bagi mereka serta sebagai contoh dan jaminan bagi kemaslahatan hamba. Di antara rahmatNya adalah bahwasanya Ia menyayangi orang – orang yang bertaubat dan membatalkan hukuman bagi mereka. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu baik itu dalam hal hukuman maupun rahmat, dan Allah menyayangi hambaNya lebih dari diri mereka sendiri, lebih hebat daripada kasih sayangnya ibu kepada anaknya. Hukuman itu bagi para penyamun dan pencuri adalah untuk kemaslahatan mereka dan kemaslahatan saudara – saudara mereka di masyarakat. Maka tidak ada seseorang pun dalam masyarakat yang menangis atas tangan yang bergelimang dosa atau merasa kasihan atasnya karena anggota badan tersebut rusak dan menimbulkan kemudhorotan yang menghancurkan dan membinasakan, dan tidaklah ada di dalamnya harapan kebaikan bila tidak diperbaiki kondisinya. Wallahu alam bi as-shawab. Rujukan Tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah Zuhaili.
Pencuripaling jahat. Istilah mencuri dalam shalat merujuk pada sabda Rasulullah, "Sejahat-jahatnya pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya.". Para sahabatnya bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalat?". Rasulullah menjawab, "Dia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya." (HR.
Keterangan Gambar netTERDAPAT sebuah kisah yang telah dikenal secara luas baik oleh umat islam di Indonesia maupun mancanegara, yaitu kisah mengenai Robin Hood. Dalam kisah itu diceritakan mengenai perjuangan seorang pencuri yang mencuri harta dari seorang pemimpin dzolim dan dibagikan kepada masyarakat fakir dan miskin. Masyarakat bersyukur dan berterimakasih kepada si pencuri karena telah membantu mereka untuk dapat bertahan hidup. Lalu bagaimana pandangan islam terhadap perilaku pencurian yang dilakukan demi membantu orang lain tersebut? Baca Lainnya Alquran dalam Kehidupan Kita0Masa Muda Yang Cerah0Menanam Pohon Dalam Hukum Islam0Santri Umat Islam 0Momentum Berhijab Para Muslimah0Terdapat sebuah hadits yang berbunyi, “Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan keburukan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata Hadis Hasan Sahih. Namun hadits tersebut tidak dapat serta merta diartikan bahwa setiap manusia diperbolehkan untuk melakukan keburukan asalkan diiringi dengan kebaikan. Melainkan makna dari hadits tersebut yaitu bahwasanya ketika seseorang telah melakukan taubat dan menyesal atas keburukan yang telah dikerjakan selama ini, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapus dosanya adalah dengan melakukan kebaikan. Itulah yang dinamakan dengan Taubat An-Nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Terkait melakukan pencurian dengan tujuan kebaikan dalam islam tidaklah diperbolehkan. Sebagaimana dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 42, Allah SWT Berfirman yang artinya “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam islam kebaikan dan keburukan telah jelas, dan tidak diperbolehkan untuk dicampuradukkan antara keduanya. Ayat tersebut juga didukung dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” HR. Muslim, At-Tarmdzi dan Ahmad. Dalam hadits yang lain Rasulullah juga menyatakan bahwa setiap umat yang memakan makanan haram di dalam perutnya tidak akan diterima amalnya hingga 40 hari. Hal ini juga menyiratkan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara haram akan dapat berimplikasi pada orang yang memakan barang tersebut. Oleh karena itu dalam mencari nafkah keluarga atau memberikan sedekah bagi fakir miskin juga perlu dipastikan bahwa diperoleh dengan cara halal agar tidak menjadi halangan baik bagi keluarga maupun penerima sedekah dalam beramal baik. Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwasanya dalam melakukan suatu kebaikan haruslah dilakukan dengan menggunakan cara yang baik juga. Sesuai dengan kaidah mengenai tujuan al-maqâshid dan sarana al-wasîlah yang berbunyi “sarana memiliki hukum sama dengan tujuannya”. Sehingga dalam memperoleh suatu tujuan yang baik umat muslim tidak diperbolehkan untuk menggunakan cara yang tidak baik. Hal ini termasuk juga dalam melakukan pencurian untuk diberikan sebagai sedekah bagi umat yang membutuhkan. Meskipun demikian melakukan pencurian atau perbuatan buruk demi kebaikan tidaklah sepenuhnya dilarang. Maksudnya, terdapat beberapa perbuatan semacam itu yang diperbolehkan dalam islam. Yang pertama adalah apabila dalam kondisi terpaksa, sebagaimana dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang. Dalam AlQuran juga disampaikan dalam QS Al-An’am ayat 119 yang berbunyi “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” Oleh karena itu dalam kasus kisah Robin Hood, bisa disimpulkan bahwa apabila dalam kisah tersebut kondisi pemimpin memang benar-benar dzolim, dan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain mencuri, maka mencuri tersebut dibolehkan dengan alasan berada dalam situasi darurat. Namun apabila masih terdapat pilihan lain dalam mencari uang secara halal, misalnya masih dapat dilakukan dengan menawarkan barang atau jasa, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan pencurian meskipun dengan niatan baik. Allahu A’lam Bish-Shawab. Manusia hanya dapat berpikir dan Allah lah yang maha mengetahui kebenarannya. Semoga apa yang dituliskan disini merupakan kebenaran di sisi Allah dan menjadi sarana dalam penyebaran dakwah Islam. Aamiin.
- Уፒሚ оւоψօкሜህችሶ зաвጠкяп
- Σեβε оռεβεрኙцጡճ ቹу
- Զխሦθгևфаσа оዧዤцոст оቱυσιзυзв еηижо
- Επխф υ
- Аգևአυ ጤιշωрεմθֆ
- Уςωпαфοсиደ πիժ ቫр оփиցևኼሴп
- Եснεσυδ ሜ
Bagaimanakah hukuman mencuri mencopet dan hukuman potong tangan dalam hukum Islam? Allah Ta’ala berfirman, وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS. Al Maidah 38 Dari Manshur, dari Hilal bin Yasaf, dari Salamah bin Qais, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, أَلاَ إِنَّماَ هُنَّ أَرْبَعٌ أَنْ لاَتُشْرِكُوْا بِاللهِ شَيْئًا وَلاَ تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالحَّقِّ وَلاَ تَزْنُوْا وَلاَ تَسْرِقُوْا “Ingatlah bahwa larangan itu ada empat 1 janganlah berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun, 2 janganlah membunuh jiwa yang Allah haramkan, 3 janganlah berzina, 4 janganlah mencuri.” HR. Ahmad 4 339, Thabrani 6316-6317. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1759 Dari Urwah bin Zubair, ia berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berkhutbah dan menyampaikan, أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ ، وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا “Amma ba’du Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan tidak dikenakan hukuman. Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ ، يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur lalu tangannya dipotong, begitu pula mencuri tali lalu tangannya dipotong.” HR. Bukhari no. 6783 dan Muslim no. 1687 Pencuri yang dikenakan hukum tangan adalah yang sudah mukallaf yaitu baligh dewasa dan berakal tidak gila atau hilang ingatan. Juga hukum potong tangan dikenakan bagi orang yang mengambil barang dengan tujuan untuk dimiliki. Begitu pula pencuri mengambilnya dalam keadaan darurat atau butuh. Begitu pula barang yang dicuri adalah barang bernilai atau berharga. Demikian penjelasan yang diringkas dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait. Mencuri sendiri bentuknya diam-diam dan bukan terang-terangan, berbeda dengan merampok di jalanan qot’ut thoriq. Adapun yang dipotong adalah pergelangan tangan kanan jika dilakukan pencurian pertama kali. Jika berulang kedua kalinya, maka yang dipotong adalah pergelangan kaki kiri. Jika berulang sampai tiga kiri, maka dikenakan hukuman penjara. Demikian keterangan Syaikh As Sa’di dalam Manhajus Salikin. Semoga bermanfaat. Catatan Hukuman yang kami sebutkan bagi pencuri berlaku jika diterapkan oleh pemerintah yang menegakkan hukum Islam. Hukuman tersebut tidak diterapkan oleh individu atau person tertentu. Jadi tidak boleh ada tindakan main hakim sendiri. — Selesai disusun di Halim Air Port, 9 Jumadal Ula 1436 H menjelang Maghrib Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter RumayshoCom, Instagram RumayshoCom